The Amriza Family

Berbagi Ilmu dan TIPS kepada siapa saja

CP: Ibuku, Tak Mencintaiku

Category: Cerita Pendek Start: July 20, 2006 Last Edit: November 8, 2006

Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan kedunia ini, aku juga tidak pernah menginginkan dilahirkan dari rahimnya. Tetapi aku tidak bisa menyalahkan-nya karena ini sudah takdirku.

Aku adalah buah pernikahan dari dua insan anak manusia yang tidak pernah mencintai satu sama lain. Orang tuaku dijodohkan atau tepatnya dipaksa menikah oleh eyang. Eyang melakukan itu karena ia tidak sanggup melihat anaknya merebut suami orang!

Eyang menjodohkan ibu dengan Danu, keponakannya. Ponakan yang selama ini sangat berbakti pada orang tua, cerdas dan bertanggung jawab. Tapi niat baik eyang tidak disambut baik oleh ibu, gejolak cinta telah membutahkan mata hati ibu dan cinta telah menutup akal sehatnya!.

"Lia, ibu telah menjodohkanmu dengan Danu!" ujar eyang kala itu.

"Bu! Lia pokoknya ndak mau dijodohkan, Lia sudah punya pilihan bu!" jawabnya di tengah isak tangis.

"Pilihan?" jawab eyang kecewa dengan penolakan ibu "katamu itu pilihan? dia itu suami orang nak, eling nak!" lanjut eyang.

"Pokoknya Lia ndak mau dijodohkan, titik!" jerit ibu, lalu meninggalkan eyang.

Sejak saat itu, sikap ibu terhadap eyang sangat jauh berubah. Ia tidak lagi dekat dengan eyang, ia menjadi tertutup terhadap eyang. Ia juga lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dan tetap merajut kasih dengan Darma, lelaki yang ia cintai, sayangnya lelaki itu sudah beristri dan beranak dua!.

Suatu saat entah apa yang membuat ibu berubah pikiran. Ia akhirnya setuju menikah dengan Danu.

"Baik! Kalau itu keinginan ibu" ujarnya tiba-tiba "aku akan menikah denganya, walaupun aku tidak akan pernah mencintainya!" ujarnya lagi.

Mendengar itu, eyang sangat kecewa dengan perkataan ibu dan merasa berdosa telah memaksanya menikah, namun disisih lain eyang gembira karena ibu telah berpisah dengan Darma. Setelah empat bulan menikah akhirnya ibu mengandung. Eyang dan Ayahku, Danu sangat bahagia dengan kehamilan ibu. Namun tidak dengan ibu, ia sangat tersiksa dengan kehamilannya.

Aku tidak pernah menginginkan anak danu didalam rahimku bu, ratapnya suatu malam di depan eyang.

"Bu! Lia mau ibu yang ngurusi anak ini kalau lahir nanti!" ujar ibu ketika kandungannya telah berusia sembilan bulan. .

Eyangku hanya bisa istgfar mendengar ucapannya, eyang berjanji akan merawatku hingga dewasa "InsyaAllah ibu akan merawatnya sepenuh hati nak" ujar eyang, matanya berkaca-kaca menahan tangis.

Setelah melahirkan, ibu langsung menyerahkan aku sepenuhnya kepada eyang. Ia tidak pernah menyusuiku, menyuapku, memandikanku, memelukku bahkan mungkin belum pernah menyentuhku. Serasa aku ini anak yang mewabah baginya.

Sikap acuh ibu tidak berubah sedikitpun sampai usiaku setahun. Bahkan ibu juga semakin membenci ayah dan eyang. Ia mulai kembali seperti dulu, ia mulai sering keluar rumah dan pulang larut malam, bahkan sering kali ibu tidak pulang tanpa kabar.

"Nduk! Apa kamu tidak kasian sama bimo?" ujar eyang kalem. Eyang sedih melihat tingkah ibu yang semakin hari semakin berubah "coba liat sekarang, bimo sudah besar dan sudah bisa jalan nduk" lanjut eyang, untuk kesekian kali eyang mencoba merayu ibu untuk memperhatikanku, untuk mencoba mencintaiku.

"Bu, aku kan sudah bilang" ujarnya dan menatap eyang dengan penuh amarah "aku ndak pernah menginginkan anak itu!. Silahkan ibu saja yang merawatnya!" bentak ibu.

Betapa pedih hati eyang. Eyang begitu terluka dengan apa yang baru saja diucapkan oleh ibu. Sejak pertengkaran itu, eyang tidak pernah mencoba lagi membujuk ibu untuk mencintaiku. Eyang pasrah dengan kenyataan, bahwa anak yang ia lahirkan dengan susah paya tega berbuat seperti ini.

Begitu juga dengan Ayah. Akhirnya ia memutuskan untuk menceraikan ibu, ia sudah tidak sanggup lagi menghadapi sikap ibu. Selama ini ayah sudah berusaha mencoba merebut hati ibu, tapi bukannya cinta yang ia dapat malah cacian dan hinaan yang ia terima.

Setelah proses percerain mereka selesai, ibu langsung meninggalkan rumah. Meninggalkan aku!, tanpa pernah menyentuhku tanpa pernah menggangapku ada. Ibu menghilang begitu saja dari hidupku, tidak ada kabar sedikitpun darinya ia hilang bagai di telan bumi.

*****

"Mas" ujar Rani, istriku membuyarkan kenangan pahit masa laluku "ini tissuenya mas" lanjutnya dan menyodorkan selembar tissue padaku. Aku mengambil tissue itu dan melap pipiku yang telah basah oleh air mata.

"Ibu, aku sudah memaafkanmu" bisikku lirih, lalu kusiram nisan ibu dengan air mawar yang kubeli di pintu masuk pemakaman "aku sudah memaafkanmu, tidurlah yang tenang bu!".

0 komentar:

The Amriza

Popular Posts

My Biz Online!

Ngobrol Yuk...

Gtalk: aurelly.one

My Email:
bunda.ryu@gmail.com