‘Gile, gue bisa jamuran nih kalau Dudung nggak muncul juga. Gue berani bertaruh, kalau saat ini dia pasti sedang asyik tidur!’ Pikir Ratna.
Untuk kesekian kalinya Ratna harus balik ke meja carcall. Lelah, malu bercampur menjadi satu, bahkan senyum manis Ratna tak bisa membantu menurunkan adrenalin-nya yang mulai meninggi. Dengan malas Ratna menyeret kaki-nya menuju meja Car-call. Belum sempat bibir Ratna terbuka, Anton petugas carcall, menyambut-nya dengan tanya.
“Sepertinya, sopir Mbak tidur!?”
‘Basi! Nggak perlu di bilangin, Gue juga sudah tau.’ Gerutu Ratna dalam hati. ‘Siapa sih yang nggak tau reputasi Dudung? Sopir ceking kesayangan Bu Dewi, Manager personalia. Hanya Dudung satu-satunya sopir yang selalu tidur di saat jam kantor. Semua orang juga tau itu!’
“Mungkin pak.”
“Lalu…”
“Tolong panggilin sekali lagi?...”
“Yakin dia akan denger?”
“Ya, Kalau dia nggak muncul.. saya akan naik taxi saja.”
“Iya mbak saya setuju, dari pada nanti…” Kalimatnya di gantung.
“Nanti kenapa?”
“nanti mbak jamuran berdiri di sana,” seringai usil menghiasi wajah lugunya.
‘Enggak lucu!!’ Ratna meninggalkannya dengan muka di lipat tujuh. ‘Memang tidak lucu, yang lucu itu Dudung. Selalu saja buat orang kesusahan. Lagian, aneh bin ajaib dia nggak pernah kapok? Baru seminggu yang lalu gue harus menunggunya seperti ini. End-up nya gue harus naik Taxi juga, gue kelelahan menunggu selama 2 Jam. Tapi, gue lumayan terhibur, karena tak berapa lama Dudung menelpon, menanyakan posisi gue. Gue tertawa sampai terpingkal-pingkal. Bagaimana tidak? Saat itu gue sudah di rumah, asyik menikmati film DVD yang di pinjamkan Shanti, sahabat gue.’ Ratna tersenyum mengingat kejadian itu.
Rasa lelah semakin terasa. Matahari serasa ikut bekerjasama dengan Dudung. Sinarnya begitu terik membuat kerongkongan Ratna terasa kering.
“Well, kalau mahluk ceking itu nggak muncul dalam waktu 5 menit. Mending gue naik taxi saja!” Guman Ratna
Saat sedang gelisah menunggu dan menunggu. Sebuah Mercedess benz sport berhenti tepat di tempat Ratna berdiri.
‘Sejak kapan Dudung ganti mobil?’ Ratna menghibur dirinya.‘Mobil keren, sopirnya sudah pasti lebih keren,’ pikir Ratna.
Naluri menggoda seketika timbul. Semangat yang tadi mulai mengendur kembali muncul. Dengan spontan Ratna menjalankan aksi andalan-nya, menarik perhatian cowok di belakang kemudi Mercedess benz sport!. Senyum Ratna spontan menghiasi wajah imut-nya!!. Namun sepersekian detik kemudian Ratna harus menarik senyum imutnya itu, karena… ‘Syialan… memang nasip baik sedang tidak menyertai gue hari ini. Ternyata, Pria itu hanya…!!’
“Siang mbak,”
“Siang,” Ratna menanggapi-nya dingin.
“Lagi nunggu sopir?”
Rasanya Ratna ingin kabur mendengar pertanyaan basa basi pria itu. ‘Kenapa juga tadi gue pakai senyum manis segala!! Sekarang dia jadi sok akrab gini. Lagian bakat matre gue kok nggak sembuh-sembuh juga? Dan, kok bisa? Gue sampai jumpalitan melihat mobil Mercedess benz sport ini, jangan-jangan bakat matre gue sedang naik kelas.’ Ratna menyesali nasip sialnya hari ini.
“Ehemm!” Pria itu berdehem.
‘Now What? Doi kok pakai turun dari mobil segala! ‘
“Eh. Iya saya sedang menunggu sopir saya! Kalau situ, sedang nuggu majikan ya?”
Pukulan telak buatnya… ‘Anak kecil juga tau kalau mobil mewah ini punya majikannya. Pakai acara, cari perhatian di depan gue segala!! Please deh, Ratna… mana bisa di kadalin, lagian mana ada sih cowok tajir mau pakai sandal jepit dan kaos oblong belel seperti itu?’
“Oooh iya Mbak. Saya memang sedang nunggu majikan saya!” Ia tersenyum sambil mengacak rambutnya yang pendek.
“Pak, saya titip salam buat majikannya ya…!” Senyum kemengangan menghiasi wajah Ratna.
“Taxi!!!” Ratna melambai saat sebuah taxi berjalan melintasi Lobby.
Jam di meja sudah menunjukan pukul 5.30, dengan cekatan Ratna merapikan meja kerja, lalu berlari menuju lift. Sudah 2 hari Ratna tidak kebagian lift kalau pulang di atas jam 5. Dan, hari ini Ratna sudah bertekad tidak mau menunggu terlalu lama di depan lift lagi.
Dengan cekatan Ratna menorobos masuk saat lift terbuka.‘Fiuuh!! Untung gue langsing. Kalau nggak, pasti lift sudah bunyi karena kelebihan berat.’ Ratna membayangkan Iklan komersil yang selalu tayang di TV.
“Halo Mbak,” sapa seorang pria ramah.
Spontan Ratna menoleh kearahnya. Lutut Ratna lemas dan nyaris terjatuh.
“Loh. Mbak kenapa? Sakit?” Pria itu menawarkan bantuan.
Refleks Ratna menepis tangannya.‘Emmmaaakk…!! gue mimpi apa sih semalam? Kenapa mahluk tak di undang ini ada di samping gue?' Pikir Ratna. “Eeehh, saya enggak apa-apa kok.” Jawab Ratna cepat.
Saat pintu lift terbuka. Ratna langsung mengambil kangkah seribu, menjauhi sopir Mercedes Benz sport yang sok akrab.‘Gue kapok ngeladenin dia, sumpah!’
Sayangnya usaha Ratna sia-sia. Kembali terdengar pria itu memanggil…
“Mbak Ratna…!!”
‘Hah!!’ Ratna seketika menghentikan langkah seribunya. Menengok kearah Pria itu dengan tanda tanya di atas kepalanya. ‘Gilee! Dia bahkan tau nama gue segala? Tau dari mana? Dia selidiki gue ..!?’
“Sorry! Bapak panggil saya?” Suara Ratna sedingin Es.
“Iya mbak. Maaf kalau saya…”
“Bapak tau nama saya dari mana?”
‘Apa jadinya kalau Bapak ini memang benar ter-obsesi sama gue. Gue beruntung sekali karena sejak kecil Orang tua gue sudah membekali gue untuk tidak berbicara dengan orang Asing, dan sampai sebesar ini gue masih terbawa dengan kebiasaan itu, gak salah kalau gue jadi over defensive dengannya.’ Pikir Ratna curiga. Pria itu tersenyum ramah.
“Saya baca dari….” Telunjuknya menunjuk nametag yang tergantung di leher Ratna.
‘Alamak….! dia baca nama gue dari nametag.’ Ratna menertawai dirinya yang sedang paranoid. ‘Kenapa sih gue jadi berpikiran negative dengan pria ini? Tampangnya nggak jelek-jelek amat kok. Kulitnya juga bersih. Rambutnya Cepak. Dia juga ramah! Tapi… ada apa? Kenapa dia manggil-manggil gue?’
“Ada apa ya, kok bapak manggil saya?”
Pria itu menyodorkan sebuah amplop putih.“Saya hanya mau memberikan ini Mbak.”
Ratna menerima amplop dari tangannya dan melihat dengan cermat. Ada tulisan Lang-Lang Buana Travel and Tour di pojok kiri amplop.
“Itu punya mbak kan?”
‘Ya ampun!!! Ini kan amplop gue yang hilang seminggu lalu. Kok bisa… ‘
“Eheemm!” Pria itu berdehem untuk memancing perhatian Ratna.
“Iya…Iya,” Ratna terbata-bata saking senangnya “iya ini benar Amplop saya. Mmm.. bapak…”
“Panggil saya Prast saja!”
‘Prast, nama yang bagus? ‘
“Pak Prast, boleh saya tau di mana bapak menemukan Amplop ini?” Ratna mulai bisa menguasai diri. Suara Ratna juga sudah mulai lembut. ‘Gue kok jahat banget sih nyangka orang sebaik Prast seperti itu. Mau di simpan di mana muka ini, seandainya Prast tau kalau tadi gue ingin menghindarinya!. Bisa-bisa dia nggak jadi kembali-in tiket liburan gue. Gusti!!! Semoga saja dia nggak tau.’ Ratna masih merasa bersalah.
“Ingat nggak seminggu yang lalu?” Tanya Prast.
Ratna mencoba mengingat.
“Waktu di Lobby itu loh? Mbak…”
Ratna, masih berpikir…
“Mbak… sedang nungguin sopir, truss…”
“Oh iyaaa, saya ingat!!”
“Nah, saat itu Amplop ini jatuh. Waktu saya mau bilang, embak malah kabur kearah Taxi.” Prast tersenyum polos.
‘Mmm… kalau di perhatiin cakep juga nih cowok, apa lagi kalau tersenyum. Sayang dia hanya sopir, coba bukan? Gue pasti sudah ngajak dia duduk di lobby sambil ngopi!’ Pikir Ratna nakal.
“Yaa, sudah akhirnya amplop ini saya simpan, sambil berharap saya akan ketemu mbak lagi...”
“Aduuh!! Maaf ya Prast, waktu itu saya sedang terburu-buru.” Ratna berbohong untuk menutupi rasa malu.
“Ini buat bapak, sebagai tanda terima kasihku.” Ratna menyodorkan selembar uang dua puluh ribuan kearah Prast.
“Terima kasih, tapi… Mbak saya nggak bisa terima.” Ujar Prast halus sambil mengangkat kedua tangannya, menolak.
“Ambil saja. Ini sebagai tanda terima kasih saya. Gak apa-apa kok!” Ratna sedikit memaksa.
“No…no… saya nggak ngarepin balas jasa Mbak. Bener deh. Sudah yah.. saya pamit dulu!” Ujar Prast tegas dan berjalan melintasi Ratna.
‘HAH!!! Apa gue gak salah dengar? Hari gini, masih ada orang yang nggak mengharapkan balas jasa? Belagu amat sih sopir ini. Atau uang yang gue kasih ini kurang?’ Ratna benggong…
“Ratna!! Kamu masih disini?”
“Eeeh Ibu,” Ratna kaget melihat Ibu Direktur tiba-tiba keluar dari Lift.
“Loh, Prast!! Sini sebentar..” Bu Dirut melambaikan tangannya.
‘Prast? Bu Dirut kenal Prast?’ Ratna seketika menoleh ke arah Prast.
“Prast kenalin ini Ratna, dia assistant art director yang baru di divisi Advertising. Rat, kenalin ini Prast anak saya. Dia baru balik dari Australia, dan akan segera bergabung di perusahaan kita!”
'UUPPSS'
Ratna jadi lemas. Kali ini Ratna benar-benar mau pingsan. Ratna malu berat…
‘Don’t judge book by the cover,’ hanya itu kalimat yang terlintas di benak Ratna. Dan maknanya kena banget, muka Ratna seperti tersiram air panas…
2menit, 5menit, 10menit Ratna berdiri di lobby. Ratna tidak gelisah. Juga tidak perlu ke carcall. Sebuah Mercedes Benz sport berhenti tepat di depannya.
Seorang pria berkulit hitam manis, rambut cepak lengkap dengan kaca mata Rayban turun dari pintu kemudi.
“Hallow sayang. Maaf saya telat, jalanan di depan macet banget!”
Ratna nggak marah, apa lagi kesal. Justru Ratna tersenyum manis. Tersenyum manis untuk Prast kekasihnya….‘Untung elo telat Dung! Seandainya saat itu elo on time jemput gue. Mungkin sekarang gue nggak jadi kekasih Prast.’(SA/07)
0 komentar:
Post a Comment